Strategi Adaptif Petani Cengkeh Menghadapi Tantangan Budidaya di Kecamatan Sawahan, Nganjuk

Abstract

This study aims to identify farmers' main challenges and adaptive strategies in clove (Syzygium aromaticum) cultivation in Sawahan District, Nganjuk Regency. The research was motivated by complex issues such as pest and disease attacks, extreme climate change, limited access to agricultural information and technology, and farmers' dependence on marketing systems controlled by middlemen. A qualitative descriptive approach was employed, using data collection techniques including in-depth interviews, field observations, and documentation. Informants consisted of ten active clove farmers selected purposively based on their experience and regional representation until data saturation was reached. The results showed that most informants face grave threats from stem borers and white root fungal disease. One informant, Mr. S (56), stated, "Every year some trees die from root rot, and we still don't know exactly how to solve it." Another informant, Mrs. N (48), added, "Stem borers make the trunks hollow; if we're late in noticing, the tree dies." Climate change also disrupts flowering cycles and reduces yield. Economically, farmers are disadvantaged due to reliance on middlemen-controlled markets. Some have begun using botanical pesticides and adopting intercropping patterns to maintain soil fertility. The study concludes that strategic interventions are needed, including technical training, access to modern farming technologies, and establishing farmer organisations to improve bargaining power and ensure sustainable clove cultivation. Recommendations are directed at strengthening government and institutional support to address the challenges clove farmers face in the region comprehensively.

Penelitian ini bertujuan untuk mengidentifikasi tantangan utama dan strategi adaptif yang diterapkan oleh petani dalam budidaya cengkeh (Syzygium aromaticum) di Kecamatan Sawahan, Kabupaten Nganjuk. Permasalahan utama yang melatarbelakangi penelitian ini meliputi serangan hama dan penyakit, perubahan iklim ekstrem, keterbatasan akses terhadap informasi dan teknologi pertanian, serta ketergantungan petani pada sistem pemasaran yang dikuasai tengkulak. Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif deskriptif dengan teknik pengumpulan data berupa wawancara mendalam, observasi lapangan, dan dokumentasi. Informan berjumlah sepuluh orang petani cengkeh aktif yang dipilih secara purposive berdasarkan pengalaman dan keterwakilan wilayah hingga data dianggap jenuh. Hasil penelitian menunjukkan bahwa sebagian besar informan menghadapi gangguan serius akibat hama penggerek batang dan penyakit jamur akar putih. Seorang informan, Bapak S (56), menyatakan, “Setiap tahun pasti ada pohon yang mati karena akar busuk, dan belum tahu cara mengatasinya dengan pasti.” Informan lain, Ibu N (48), menyebutkan, “Hama batang itu bikin batang jadi kopong, kalau telat tahu, pohonnya mati.” Perubahan pola iklim juga menyebabkan keterlambatan fase pembungaan dan berkurangnya hasil panen. Dalam aspek ekonomi, sistem pemasaran tradisional yang bergantung pada tengkulak menekan pendapatan petani. Sebagai respons, beberapa petani mulai menerapkan pola tanam campuran dan penggunaan pestisida nabati secara terbatas. Penelitian ini menyimpulkan bahwa dibutuhkan intervensi strategis melalui pelatihan teknis, penyediaan akses terhadap teknologi, serta pembentukan kelembagaan petani agar mampu meningkatkan posisi tawar dan keberlanjutan budidaya cengkeh. Rekomendasi diarahkan pada penguatan dukungan pemerintah dan lembaga pertanian untuk menjawab tantangan yang dihadapi petani secara menyeluruh.